Rindu yang Menari
Dermaga yang Bisu
Puisi:
Lindawati RA
Kala pagi
tertuliskan sebuah kisah
Ah, tentang masa
lalu
Aku dan kamu
Kisah asmara yang
telah berlalu
Bak kapal berlayar meninggalkan dermaga
Bersama angin ia
kembali berkelana
Demi laut cinta yang
menari kegirangan disapu ombak. Hasrat.
Aku dermaga yang
bisu
Hanya membatu saat
dia, asmara
Tak lagi padaku
Aku dermaga yang
bisu
Ucapku kelu saat
dia, asmara
Tak lagi terikat
kuat pada tiang jiwaku
Dan aku dermaga
yang bisu bahkan dungu
Saat dia, asmara
melambaikan tangan dan berkata
“Engkau kini masa
laluku!”
Aku terjatuh dan
tersedu
Menjadi dermaga
yang pilu
Menangisi asmara
yang tak mau bersatu.
Amukan Rindu
Puisi: Lindawati RA
Malam yang damai
menjadi saksi, akan amukan rindu
Dalam sendu kusebut
namamu, wahai kalbuku.
Alunan musik
syahdu, malah terdengar bagai sebuah
sayatan pilu, mengiris-iris waktu
Menciptakan jarak,
menjadi rindu yang tak kunjung temu
Oh, rinduku...
Mataku ingin basah,
agar luap seluruh rasa
Kupanggil lirih,
cinta...
Kutawarkan jiwa ini
dalam mimpi kala raga terlelap
Agar temu yang
dijunjung harap terengkuhkan
Rindu, siksa,
bahagia
Nafasku panas akan
tunggu yang kian mendidih
Rintih oh rintih
Rindu merintih
Berkasih sedih
dalam harap letih
Bibir berucap pasih
aku rindu, kasih.
Lagi dalam Dosa”
Puisi:
Lindawati RA
Aku sudah jauh
sekali melangkah
Wahai Rabb-ku
Sungguh, tiada hati ini tergerak untuk kembali
Entah kiranya kapankah akhirnya
Siapalah yang patut kusalahkan atas kehancuran ini,
atas kekacauan ini?
Kacau-ku berangkat dari sepiku yang lalu
Hitamku berangkat dari dahaga cinta yang menagih
untuk dilepaskan, dipenuhi, dipuasi
Cinta ini bernafsu, cinta itu bernafsu
Dan aku salah dalam bernafsu
Nafsu yang membuai yang melenakan dengan keindahan
dan kenikmatan yang menipu
Dan bodohnya aku tahu ini tipuan
Dan gilanya, tetap ia kulakukan
Tuhan, apakah ini cobaan?
Bisakah ini dikatakan cobaan?
Sedang aku kini kotor
Bukankah biasanya bagi orang-orang sucilah cobaan dan
ujian itu ada?
Supaya ia makin taqwa
Peringatanlah dan teguranlah mestinya yang pantas
bagi si badan bernoda ini
Azab pantaslah buat selimut si pendosa
Wahai Rabb
Kiranya sampai kapankah daku terlena, dalam lezatnya
dosa yang tiada iba?
Aku kini tengah berlayar di lautan dosa
Semua gerak dan langkah yang kulakukan, dalam sadar
aku hidup akrab berkawan dia si maksiat yang biadab
Namun...
Di tengah lengahnya aku berlayar, ke timur, ke barat, selatan dan
utara
Kadang-kadang, bisik samar semilir angin laut masih
menaruh iba padaku
Rasanya dia ingin menarikku, membelokkan kapalku
Untuk kembali berlayar ke arah yang semestinya
Aku tersentuh oleh halus bisiknya
Keinginan kembali aku ada
Keinginan untuk suci lagi pun aku ada
Karena itulah, aku bersyukur
Tapi...
Apalah daya si angin yang halus
Dibandingkan sang badai laut yang mengamuk,
menghempas. Buasnya.
Kini...
Lagi ia memagutku
Lagi aku bergelung dengannya
Lagi aku dalam dosa
Dan lagi aku dalam nista yang tiada hingga
Lagi dalam lezatnya nafsu dunia yang celaka
Lagi dan lagi
Pulang
Puisi: Lindawati RA
Aku merindu...
Pada langit lama
yang menaungi
Pada tanah yang
dulu
wadah si kaki kecil
berlari
Kini, jauh telah ia
ayunkan langkahnya
Lepas dari langit
dan tanah lama
Hingga lena dibuai
masa di muka
Lupa...
Dan kini, langit
yang kutatap baru, kelabu sudah
Tanahnya harum
menjajikan hari indah di masa senja, telah ubah
Tatapku semakin
jingga
Ah, aku yang
ingusan hadir di sudut mata
Tawa renyah kala
itu, senyum getir kala kini
Hariku semakin saja
usang
Angan pun jua telah
hilang
Kutatap diri, kini
berubah malang
Inilah rinduku yang
telah bertandang
Menjadikan aku di
tanah ini usang
Mengajakku kembali
pada negeri seribu kenangan
Aku rindu kampung
halaman
Aku ingin pulang
Di sini, aku bak
mayat berjalan kesasar
Terkubur
hidup-hidup dalam kegamangan kasih Ibu
Lengang pula bagai
tiada Ayah
Oh, mataku basah
Aku, telah lelah
Biarlah kuhirup
udara basah
mencium sejuk dalam
rongga dada
Mencari damai dalam
lembabnya cuaca
mengikis usang,
menghadirkan riang
Kujamu rindu dalam
remang, melepas senyum penuh tenang
Oh, usangku izinkan
aku berkenang
Menerawang jingga
di langit senja
Biarlah aku pulang
dalam senang
Nelangsa
Oleh : Lindawati RA
Nelangsa jiwa,
meronta menyumpahi duka
Jerit luka sontak
membuai lara
Terpekur dalam
kacau rasa tak bermuara
Aku merana dalam
dunia hampa warna
Tiada janji yang
terpenuhi
Mimpi seakan
berlari tak ingin mendekati
Putus kini putus,
tali telah rontok
Patah dan patah,
kayu telah rapuh
Citaku bak tali
rontok
Harapku bak kayu
rapuh
Aku, telah jatuh
Bulan tak lagi
berarti kala ia telah redup
Matahari tak lagi
di harap nyala kala langit menangis
Oh, kini diri tak
lagi kebanggaan
Aku pulang kembali kepangkuan ibunda
Mengadu tentang
kemalangan
Membawa berita
kegagalan
Malu kini wajah
menatap dunia
Tenggelamkan
diri dalam pelukan damai sang ibunda
Bersama derai
keputusasaan





Tidak ada komentar:
Posting Komentar