Sabtu, 26 Agustus 2017

Lindawati RA, Rindu yang Menari


                                                  Rindu yang Menari



Dermaga yang Bisu
Puisi:
Lindawati RA
Kala pagi tertuliskan sebuah kisah
Ah, tentang masa lalu
Aku dan kamu
Kisah asmara yang telah berlalu
Bak  kapal berlayar meninggalkan dermaga
Bersama angin ia kembali berkelana
Demi laut cinta yang menari kegirangan disapu ombak. Hasrat.
Aku dermaga yang bisu
Hanya membatu saat dia, asmara
Tak lagi padaku
Aku dermaga yang bisu
Ucapku kelu saat dia, asmara
Tak lagi terikat kuat pada tiang jiwaku
Dan aku dermaga yang bisu bahkan dungu
Saat dia, asmara melambaikan tangan dan berkata
“Engkau kini masa laluku!”
Aku terjatuh dan tersedu
Menjadi dermaga yang pilu

Menangisi asmara yang tak mau bersatu.







Amukan Rindu
Puisi: Lindawati RA
Malam yang damai menjadi saksi, akan amukan rindu
Dalam sendu kusebut namamu, wahai kalbuku.
Alunan musik syahdu, malah terdengar  bagai sebuah sayatan pilu, mengiris-iris waktu
Menciptakan jarak, menjadi rindu yang tak kunjung temu
Oh, rinduku...
Mataku ingin basah, agar luap seluruh rasa
Kupanggil lirih, cinta...
Kutawarkan jiwa ini dalam mimpi kala raga terlelap
Agar temu yang dijunjung harap terengkuhkan
Rindu, siksa, bahagia
Nafasku panas akan tunggu yang kian mendidih
Rintih oh rintih
                                        Rindu merintih
Berkasih sedih dalam harap letih
Bibir berucap pasih
aku rindu, kasih.




Lagi dalam Dosa”
Puisi:
Lindawati RA
Aku sudah  jauh sekali melangkah
Wahai Rabb-ku
Sungguh, tiada hati ini tergerak untuk kembali
Entah kiranya kapankah akhirnya
Siapalah yang patut kusalahkan atas kehancuran ini, atas kekacauan ini?
Kacau-ku berangkat dari sepiku yang lalu
Hitamku berangkat dari dahaga cinta yang menagih untuk dilepaskan, dipenuhi, dipuasi
Cinta ini bernafsu, cinta itu bernafsu
Dan aku salah dalam bernafsu
Nafsu yang membuai yang melenakan dengan keindahan dan kenikmatan yang menipu
Dan bodohnya aku tahu ini tipuan
Dan gilanya, tetap ia kulakukan
Tuhan, apakah ini cobaan?
Bisakah ini dikatakan cobaan?
Sedang aku kini kotor
Bukankah biasanya bagi orang-orang sucilah cobaan dan ujian itu ada?
Supaya ia makin taqwa
Peringatanlah dan teguranlah mestinya yang pantas bagi si badan bernoda ini
Azab pantaslah buat selimut si pendosa
Wahai Rabb
Kiranya sampai kapankah daku terlena, dalam lezatnya dosa yang tiada iba?
Aku kini tengah berlayar di lautan dosa
Semua gerak dan langkah yang kulakukan, dalam sadar aku hidup akrab berkawan dia si maksiat yang biadab
Namun...
Di tengah lengahnya aku  berlayar, ke timur, ke barat, selatan dan utara
Kadang-kadang, bisik samar semilir angin laut masih menaruh iba padaku
Rasanya dia ingin menarikku, membelokkan kapalku
Untuk kembali berlayar ke arah yang semestinya
Aku tersentuh oleh halus bisiknya
Keinginan kembali aku ada
Keinginan untuk suci lagi pun aku ada
Karena itulah, aku bersyukur
Tapi...
Apalah daya si angin yang halus
Dibandingkan sang badai laut yang mengamuk, menghempas. Buasnya.
Kini...
Lagi ia memagutku
Lagi aku bergelung dengannya
Lagi aku dalam dosa
Dan lagi aku dalam nista yang tiada hingga
Lagi dalam lezatnya nafsu dunia yang celaka
Lagi dan lagi




Pulang

Puisi: Lindawati RA
Aku merindu...
Pada langit lama yang menaungi
Pada tanah yang dulu
wadah si kaki kecil berlari
Kini, jauh telah ia ayunkan langkahnya
Lepas dari langit dan tanah lama
Hingga lena dibuai masa di muka
Lupa...
Dan kini, langit yang kutatap baru, kelabu sudah
Tanahnya harum menjajikan hari indah di masa senja, telah ubah
Tatapku semakin jingga
Ah, aku yang ingusan hadir di sudut mata
Tawa renyah kala itu, senyum getir kala kini
Hariku semakin saja usang
Angan pun jua telah hilang
Kutatap diri, kini berubah malang
Inilah rinduku yang telah bertandang
Menjadikan aku di tanah ini usang
Mengajakku kembali pada negeri seribu kenangan
Aku rindu kampung halaman
Aku ingin pulang
Di sini, aku bak mayat berjalan kesasar
Terkubur hidup-hidup dalam kegamangan kasih Ibu
Lengang pula bagai tiada Ayah
Oh, mataku basah
Aku, telah lelah
Biarlah kuhirup udara basah
mencium sejuk dalam rongga dada
Mencari damai dalam lembabnya cuaca
mengikis usang, menghadirkan riang
Kujamu rindu dalam remang, melepas senyum penuh tenang
Oh, usangku izinkan aku berkenang
Menerawang jingga di langit senja
Biarlah aku pulang dalam senang


Nelangsa

Oleh : Lindawati RA

Nelangsa jiwa, meronta menyumpahi duka
Jerit luka sontak membuai lara
Terpekur dalam kacau rasa tak bermuara
Aku merana dalam dunia hampa warna
Tiada janji yang terpenuhi
Mimpi seakan berlari tak ingin mendekati
Putus kini putus, tali telah rontok
Patah dan patah, kayu telah rapuh
Citaku bak tali rontok
Harapku bak kayu rapuh
Aku, telah jatuh
Bulan tak lagi berarti kala ia telah redup
Matahari tak lagi di harap nyala kala langit menangis
Oh, kini diri tak lagi kebanggaan
Aku pulang  kembali kepangkuan ibunda
Mengadu tentang kemalangan
Membawa berita kegagalan
Malu kini wajah menatap dunia
Tenggelamkan diri  dalam pelukan damai sang ibunda
Bersama derai keputusasaan
                                        Aku, nelangsa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar